banner here

Tatihnya Indah

kapsul sambiloto,kapsul kunyit putih,kapsul kelor,obat kanker,herbal kanker,obat covid,herbal covid,obat corona
Artikel



Tatihnya Indah: Mau Belajar Berjalan berkat Anannda Baby Walker

Tatihnya Indah: Mau Belajar Berjalan berkat Anannda Baby WalkerTak terasa sudah sebulan ini Rini (6), putri kecilku, memiliki seorang ‘adik’ bernama Indah. Ade Indah--akhir Oktober nanti genap 1 tahun—sebenarnya adik sepupu Rini. Indah numpang lahir di Bandung dan menghabiskan tahun pertamanya di Jakarta. Orangtuanya memutuskan kembali ke Bandung, mengais segenggam berlian di sini, meninggalkan kemilau emas mengambang di sana.

http://grosiranandapers.blogspot.com/2014/02/tatihnya-indah-mau-belajar-berjalan.htmlSaat pertama kali bertemu dan menggendongnya, Indah tampak seperti peri kecil yang patah sayapnya. Matanya bulat cemerlang menatapku sayu seakan minta tolong. Ada apa dengan Indah? Di usianya yang 11 bulan—saat itu—Indah baru bisa merayap. Aku terkenang masa balita Rini. Kubuka kembali album tumbuh kembangnya di tahun pertama. Rini merayap di akhir 9 bulan, menginjak usia 10 bulan Rini mulai merangkak namun mundur ke belakang dan akhirnya ‘ngesot’—awalnya Rini merangkak sedikit lalu menemukan posisi nyaman dengan duduk sehingga kadang merangkak dengan posisi duduk—di akhir bulan ke 11. Rini  akhirnya bisa berjalan dengan sendirinya genap usia 1 tahun tanpa stimulus dari baby walker model Apollo. Kami mengikuti saran dokter anak kepercayaan kami  untuk tidak memakai alat bantu jalan beroda tsb sebab alat bantu semodel itu justru menghambat perkembangan anak di usia merangkak. Anak jadi bergantung pada alat dan  tidak bisa berjalan ajeg dengan telapak kaki menjejak sempurna, berjinjit malah.

Mungkin setiap anak unik, beda tumbuh kembangnya. Tapi Indah adalah keponakanku dan aku harus tahu ‘segalanya’ tentang Indah walau orangtuanya sangat tertutup. Berdasarkan  informasi yang kudapat dari penuturan ibunya, ternyata Indah bernaung di lingkungan yang kurang mendukung tumbuh kembangnya. Mereka tinggal di kompleks militer yang sudah jadul dengan mayoritas penghuninya rata-rata lansia, tidak ada gelak tawa kanak-kanak di sana. Rumah begitu sepi dan tertutup. Nenek Indah dari pihak ayah baru beberapa bulan yang lalu meninggal. Kakek Indah telah berpulang 2 tahun yang lalu. Pembantu datang seminggu sekali sedang sang ayah sibuk ‘menambang’ kemilau emas mengambang di tengah hiruk pikuknya ‘sungai’ kehidupan di metropolitan yang tak terduga riak ataupun arusnya. Sang ibu  menikmati kebersamaan dengan anak pertamanya namun menyimpan sisa-sisa ‘baby blues syndrom’ sehingga ASI mendadak tidak keluar lagi saat Indah berusia 5 bulan.

http://www.anakbunda.net/images/03-u21980-fr.jpgSaat libur panjang lebaran tiba,  seluruh keluarga berkumpul. Ada 2 bayi yang serempak hadir dan masing-masing menjelaskan bibit asalnya, sebab anak adalah kitabul mubin, kitab penjelas dan cermin nyata kedua orangtuanya. Kakak Anissa berusia 10 bulan—putri kedua dari kakak kami-- nampak lincah merangkak, mata bulatnya sangat cerdas, tangannya mengambil kue lebaran dan tanpa ragu memasukkannya ke dalam mulut dan mengunyah dengan 4 gigi depannya yang kemilau. Ade Indah tidak menunjukkan ketertarikan pada makanan padahal giginya seri atas sudah tumbuh 4, gigi seri bawah sudah 2. Ade Indah hanya menjulurkan telunjuk kanannya, menyentuh-nyentuhkan telunjuknya itu pada biskuit yang ditawarkan padanya. Demikianlah Ade Indah memperlakukan kue, biskuit, boneka, giring-giring, gigitan bayi, hp, meja dan kursi; hanya menyentuhkan telunjuk kanannya, mirip posisi kuku Bima. Ada apa dengan Indah?

Kami benar-benar tidak tahu apa-apa tentang Indah, namun kami bertekad agar Indah mengejar ketinggalannya di masa-masa emas ini. Ibuku mengajari Indah berjalan dengan cara menarik kedua tangannya ke atas dan membujuk Indah agar mau melangkahkan  kakinya. Berhasil! Cara kuno ini—sejak berabad-abad lalu hingga kini masih dipraktekkan juga oleh kaum ibu di Indian Barat ( Berk, hal 145)-- ternyata bisa menstimulus Indah sehingga  jadi sangat suka belajar tatih. Sang ibu harus membungkukkan badannya sedangkan badan Indah cenderung condong ke depan, kedua tangan Indah terjulur ke atas, agak terangkat. Agak riskan dan nyerempet bahaya, khawatir tulang punggung Indah patah, sepertinya beresiko  juga menggeser engsel sendi siku dan pergelangan tangan. Belum lagi sakit punggung dan salah urat leher bagi yang menuntun Indah, dalam hal ini sang ibu.

Menyadari kelemahan cara tatih yang kuno itu,  ibuku  membuatkan alat tatih tradisional dari bambu. Ibu menyuruh tukang kayu untuk mengerjakan alat bantu tatih tersebut. Alat ini terdiri dari 2 batang bambu, satu bambu yang diancapkan ke dalam tanah memiliki lingkar tengah yang lebih kecil daripada bambu satunya lagi. Bambu bagian luar ini diberi pegangan dari kayu. Karena lingkar tengahnya lebih besar dari bambu yang ditanam ke dalam tanah, bambu bagian luar ini seakan menjadi pakaian luar bagi pasak bambu.  Saat tangan anak memegang pegangan kayu maka si bambu akan bergerak memutar mengikuti gerakan anak, alat tatih berputar-putar di satu titik.  Namun ibunya Indah selalu ketakutan dan tidak percaya terhadap keamanan alat tsb. Apalagi Indah bukannya berjalan maju tapi berputar dengan langkah mundur, semakin cemaslah adikku menyaksikan gerakan  tatih anaknya itu.

Ibuku menandaskan,
”Semua anak mamah pake bambu model begini saat belajar jalan. Kamu juga pake yang seperti ini dan buktinya kamu bisa jalan pas 1 tahun. Semua anak mamah ngga ada yang telat jalannya,” demikian argumentasi ibuku.

Adikku berkilah khawatir ini, takut begini, cemas kalau-kalau begitu. Indah sendiri memilih posisi ‘menyerah’ saat belajar berjalan, menggenggam erat tangan penuntunnya ; kadang uwa, kadang om, kadang bapa eyang kadang tante. Indah ceria membusungkan posisi tubuhnya hingga condong ke depan sedang telapak kakinya menjejak pasti melangkah ke tempat yang ingin ditujunya.

Aku tidak pernah menuntunnya. Aku justru ingin Indah belajar merangkak. Maka saat aku berkesempatan ‘menculik’ Indah dari pangkuan ibunya dan memboyong Indah ke rumahku, aku justru menstimulus Indah tuk merangkak. Kududukkan Indah di lantai, aku merangkak menjauhinya seraya berkata,”Ayo Indah, sini cantik…kejar bunda yaa.” Aku bersembunyi di balik tembok sehingga Indah merengek mencariku. “Ciluuuk baaaa? Ada yaa? Bunda adakaan?” Sontak Indah membeo,”Adda…adda…”. Indah merangkak! Perlahan tapi pasti dalam waktu 2 minggu sejak cuti bersama usai, akhirnya Indah bisa merangkak dan mampu mengucapkan kata “Adda, Engga adda…”. Indah sangat suka bermain ciluk ba denganku, Indah suka merangkak mengejarku bahkan hingga ke kamar mandi, tempat paling luar di lantai atas rumahku! Subhanallah…

Lantas seminggu yang lalu aku berkenalan dengan Anannda Baby Walker. Aku mendapatkannya dari seorang sahabat, ia meminjamkannya padaku. Tentu saja aku tak mau begitu saja percaya rayuan seorang marketing ulung. Aku ingin mencobanya dulu, membuktikan kalimat-kalimat fantastisnya mengenai Anannda Baby Walker ini. Sahabatku itu juga baik hati, ia bersedia meminjamkan alat bantu jalan tsb,”Kalau Indahnya cocok, Insya Allah akan kubeli…” demikian janjiku padanya.

Aku membujuk ibunya Indah agar mau memakaikan Anannda Baby Walker pada Indah. Dengan berat hati, adikku akhirnya mau juga mengikuti usulku. Indah yang tak terbiasa dengan produk Anannda, terlihat gelisah dan menjerit petanda emoh bin ogah.  Indah berusaha menyingkirkan ke dua tali pengaman Anannda Baby Walker dari tubuhnya. Secara psikologis, sang Ibu memang tidak percaya  lagi-lagi akan keamanan alat bantu jalan bahkan rancangan terkini sekalipun. Ia menepis alat bantu jalan tradisional berbahan bambu. Ia juga dengan yakin mengikuti saranku untuk tidak memakaikan baby walker model Apollo. Ternyata rancangan Anannda pun tidak memuaskan hatinya. Ibunya Indah takut jika Indah terjatuh, terpelanting, sungguh tak mau membuat Indah menangis. Maklum ibu muda, selalu takut dan curiga, tidak mudah percaya begitu saja. Rasa tidak percaya, rasa cemas dan takut tersebut otomatis menjalar ke anak. Indah jadi curiga, gelisah dan tidak nyaman. Sang ibu yang gugup lantas buru-buru melepas Anannda. “Kayaknya Indah ngga mau, teteeh…” kata adikku dengan suara tercekat.

“Mungkin masih adaptasi, perlu waktu…nanti kita coba lagi yaa..” desakku, adikku hanya diam.

Anannda Baby Walker tergeletak begitu saja di sofa, aku berusaha melupakan kejadian tersebut dengan mengajak Indah bermain ciluk baa.  Aku merangkak ke luar dan Indah mengejarku hingga adik bungsuku datang dan menemukan Anannda dan tas biru kemasannya.

”Ini apa? Koq lucu? Teteeh, ini apaa?”

Om-nya Indah dengan seksama membaca sekilas info mengenai Anannda Baby Walker yang tercantum pada tas biru Anannda. Aku juga menjelaskan panjang lebar mengenai fungsi Anannda Baby Walker padanya. Penuh percaya diri, adik lelakiku itu memakaikannya ke Indah.

“Yuuk, belajar jalan sama Om yaa? Pasti Indah bisa!”

Subhanallah, Indah dengan suka hati mau belajar tatih dengan Om-nya itu. Ibuku bahagia sekali melihat cucu ke 5-nya itu tertawa, melangkah mantap di teras yang cukup luas.  Telunjuk kanan Indah teracung, mengarah ke tempat yang ingin ditujunya. Sekali waktu hampir terjatuh, dengan sigap Om-nya mengangkat tali pengait dan Indah kegirangan diangkat seperti itu.

Memang, tak perlu cemas dengan segi keamanan. Tali mengait terjahit kokoh, mampu mengangkat beban hingga 20 kg. Berat badan Indah hanya 9 kg. Pengaitnya bisa dibuka dan dipasangkan dengan mudah. Anannda didesain secara fungsional tanpa menafikan keindahan. Jahitannya sangat rapih dan kuat. Pegangan pada tali pengait dilapisi bahan lembut yang lapisan dalamnya memiliki bantalan busa sehingga telapak tangan kita sang penuntun tidak akan lecet. Kedua tangan kita tidak akan licin berkeringat karena keringat yang mungkin keluar dari telapak tangan akan terserap lapisan kain pembungkus pada pegangan tersebut. Bahannya lembut dan memiliki busa bantalan hampir di seluruh permukaan, bahkan di daerah selangkangan, daerah sensitif anak aman terlindung walau jadi penopang beban saat kita mengangkat tali Anannda Baby Walker misalnya saat anak melangkah di undakan yang curam, atau menghindari kubangan berlumpur. Menurutku, desain Anannda sangat aman karena menopang hingga ke dada anak, punggungnya pun aman terlindung sehingga meminimalisir kemungkinan patah tulang belakang saat anak terlalu condong ke belakang. Tangan anak pun bebas bergerak, tak usah memegang tali.

Well, Indah kadang memegang tali-tali Anannda, mungkin karena terbiasa belajar tatih dengan posisi tangan ‘menyerah’. Tapi begitu kami lepaskan tangannya dari tali, Indah bisa juga mengayunkan tangannya dengan leluasa. Seharian itu Indah asyik menikmati pengalamannya barunya dengan Anannda Baby Walker. Ibuku ingin membelinya, girang sekali beliau melihat cucunya mantap tatih di pekarangan.

”Mama beli yang ini saja, paling kepake Indah hanya 3 bulan, masih bisa dilungsur lagi untuk adiknya Annisa,” kata ibuku.
“Jangaan Maah, ini hanya pinjaman. Nanti kupesankan yaa, warna pink untuk Indah, yang ini kayaknya untuk anak laki-laki deh, soalnya warnanya hitam bermotif anyaman warna tembaga…Insya Allah minggu depan yaa, nanti kutelpon temannku.” Janjiku pada ibu.

Aku sesekali mengajak Indah jalan-jalan dengan Anannda pinjaman tersebut. Indah menikmati kebersamaan denganku, Indah sangat PD mengarahkan langkah kaki mungilnya menuju rumahku, melintasi pekarangan eyangnya, menyebrang jalan kecil  dan langsung menuju ke rumahku. Ternyata Indah tahu  pasti tujuannya, padahal selama ini Indah kugendong bila kuajak serta ke rumahku.   Demikianlah Indah mengisi masa emas di tahun pertamanya ini dengan merangkak, main ciluk baa, dan latihan jalan bersama Anannda. Sudah seminggu Indah tatih dan kami masih menunggu pesanan yang kabarnya sedang diproduksi, untuk Indah  spesial Anannda Baby Walker warna pink.

Cimahi, Jawa Barat, 7 Oktober 2011
Bunda Rini
Referensi :  Laura E. Berk, Child Development, Massachusetts, 1997.